Tumpengan, sejarah dan filosofinya

13 September 2020 | Admin

Menjelang perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI), biasanya banyak berbagai lomba diselenggarakan. Seperti tarik tambang, balap karung, makan kerupuk dan lain sebagainya. Adapun yang tak kalah seru dan menjadi favorit ibu-ibu adalah lomba menghias tumpeng. Penilaian dari lomba menghias tumpeng biasanya melihata pada aspek kreatifitas, keunikan, kebersihan, serta cita rasa dari tumpeng tesebut.


Tumpeng merupakan cara penyajian nasi beserta lauk pauknya. Oleh karena nasi yang disajikan berbentuk kerucut, makan disebut lah dengan sebutan pula nasi tumpeng. Nasi yang digunakan biasanya nasi kuning, meskipun begitu nasi putih atau nasi uduk kerap kali juga digunakan. Adapun penyajian nasi seperti ini terinspirasi dari masyarakat Jawa dan masyarakat Betawi keturunan Jawa. Nasi tumpengf biasanya dibuat pada saat kenduri atau perayaan suatu kejadian penting. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia mengenal kegiatan ini secara umum. Tumpeng sendiri biasa disajikan diatas tampah yang di alasi daun pisang.


Tradisi tumpeng telah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa. Pada perkembangannya tadisi tumpeng diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur mengenai permohonan kepada Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi kenduri Slametan pada masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan sebelumnya digelar pengajian Al Quran.


Tumpeng merupakan bagian penting dalam perayaan kenduri tradisional. Perayaan atau kenduri adalah wujud rasa syukur dan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa atas melimpahnya hasil panen dan berkah lainnya. Karena memiliki nilai rasa syukur dan perayaan, hingga kini tumpeng sering kali berfungsi menjadi kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun. Acara yang melibatkan nasi tumpeng biasanya disebut secara awam sebagai 'tumpengan'. Di Yogyakarta misalnya, berkembang tradisi 'tumpengan' pada malam sebelum tanggal 17 Agustus, Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, untuk mendoakan keselamatan negara.


Baca juga: Ini Dia Filosofi dari Lomba 17 an

Penyajian nasi tumpeng beserta lauk pelengkapnya memiliki filosofi dan makna tertentu. Tumpeng memiliki filosofi yang begitu bermakna yakni pengharapan yang baik, kemajuan, perkembangan, kesuksesan, dan kesejahteraan.


Adapun sri berbagai komponen didalamnya, tumpeng memiliki filosofinya masing-masing. Nasi yang berbentuk kerucut tumpeng dapat diartikan sebagai harapan agar hidup selalu sejahtera. Lauk penting yang biasanya ada pada nasi tumpeng adalah ayam. Biasanya dipilih ayam jantan yang dimasak utuh dengan bumbu kuning dan diberi santan kental. Pemilihan ayam jago dapat memiliki makna menghindari sifat-sifat buruk ayam jago, yang diantaranya ialah sombong, congkak, kalau berbicara selalu menyela dan merasa benar sendiri.


Lauk lain yang disajikan adalah ikan teri. Ikan teri selalu hidup bergerombol. Filosofi yang dapat diambil, sebagai contoh dari kebersamaan dan kerukunan. Nasi tumpeng juga sering dilengkapi dengan telur rebus utuh. Hal ini melambangkan jika semua tindakan harus direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi kesempurnaan. Telur juga menjadi perlambang jika manusia diciptakan dengan fitrah yang sama.


 


Nah, itulah dia beberapa filosfofi yang terdapat pada tumpeng, mulai dari nasi hingga beberapa lauk yang wajib menemaninya. Oleh karena itu, mulai sekarang cobalah pahami filosofi tumpeng agar kamu bisa lebih menghargai makanan yang kamu makan. Selain itu, selalu bersihkan tangan sebelum tumpengan dan sesudah ya! Bersihkan tangan mu agar selalu terhindar dari kuman dan bakteri!


Artikel

Artikel Lainnya